Kisah Kyai Pamungkas:
KORBAN PELET MEMUJA BULAN
Dulu, apa yang disebut sebagai Pelet Memuja Bulan memang cukup dikenal di daerah Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Kabarnya, ilmu pengasihan yang juga disebut Pelet Lambai Rembulan ini berasal dari Tanah Semenanjung yang sebelum perang dunia kedua mulai tersebar ke Sumatera. Namun ilmu ini konon lebih dominan dipelajari dan diamalkan oleh Suku Melayu di wilayah Asahan.
Pelet Memuja Bulan merupakan ilmu sihir pelet pengasih yang sangat ampuh dan canggih. Biasanya, mereka yang menjadi korban pelet ini adalah kaum wanita yang masih belia. Begitu terpasung energinya, si korban tak akan mampu berkutik lagi. Bahkan, si korban mungkin akan meregang nyawa dan mati jika dia tidak menikah dengan pria yang memeletnya.
Sebaliknya, si pelaku pelet, konon wajib pula untuk segera mengawini korban secara resmi meskipun dalam waktu minimal sehari. Kalau tidak dinikahi, maka energi pelet tidak hanya akan merenggut jiwa korbannya, namun juga akan berbalik kepada si pemelet. Akibatnya, ajal akan menjemputnya pula.
Menurut keterangan dari sumber yang pernah mengenal jenis pelet ini, disebutkan bahwa sebagai syarat utama agar Pelet Memuja Bulan dapat menghasilkan kerja yang optimal dan signifikan, maka saat melakukan ritual si pelaku harus menghadap tepat ke arah bulan purnama. Lebih utama lagi jika si pelaku melakukan ritualnya di dalam rumah yang menghadap bulan purnama.
Zaman dulu, bangunan rumah-rumah penduduk di Sumatera umumnya terdiri dari rumah panggung. Karena itu bila akan memasukinya harus melalui anak tangga menuju pintu depan. Nah, seseorang yang akan melakukan ritual pelet ini, menjelang tengah malam, harus sudah dengan posisi kaki kiri berpijak pada anak tangga dan kaki kanan berpijak di tanah.
Setelah itu, ritual dimulai dengan melambaikan selembar sapu tangan polos tanpa warna ke arah bulan purnama di angkasa. Si pelaku ritual kemudian membaca mantera khusus, yang intinya deretan kalimat memuja rembulan, seraya menyebut perlahan nama orang yang akan dituju secara berulang. Prosesi ini harus dilaksanakan selama tiga malam berturut-turut.
Dikalangan orang-orang tua tempo dulu, masyarakat setempat di daerah pedesaan Sumatera sering menggunakan Pelet Memuja Bulan untuk hal yang positif dan demi kebaikan. Salah satunya adalah untuk merekatkan tali kasih sayang muda-mudi yang saling mencintai, hingga mereka bersanding di pelaminan.
Namun, yang paling sering terjadi, ilmu pelet ini disalahgunakan oleh mereka yang tidak bertanggungjawab. Antara lain karena cintanya ditolak, kemudian menyulut dendam berkarat dan sakit hati yang tidak kunjung sembuh. Dari kejadian semacam itulah akhirnya kisah korban Pelet Memuja Bulan ini sering muncul ke permukaan, antara lain sebagaimana yang dituturkan oleh sumber paranormal-Indonesia.com berikut ini.
Meskipun tidak sempat merenggut nyawanya, namun sang sumber mengaku telah mengalami penderitaan lahir dan batin. Hal ini terus berlangsung selama energi pelet tersebut memasung sukmanya.
Seperti apakah kisahnya? Berikut, rekaman kesaksian yang dituturkan sang sumber. Selamat mengikuti…
Kejadian ini, sungguh sebuah pengalaman yang sangat mengerikan dan menyeramkan bagiku sebagai seorang gadis yang tengah berangkat remaja. Demikian Siti Nurani (bukan nama sebenarnya), mengawali penuturannya ketika itu. Namun, kejadian yang ku alami semakin menyadarkan diriku, bahwa dalam menempuh kehidupan di dunia fana, kita memang harus senantiasa menghargai perasaan orang lain.
Waktu itu, aku masih duduk di bangku SMU kelas tiga, di kota kelahiranku, Kisaran sekitar tahun 1999. Kejadiannya hampir sembilan tahun yang lalu. Di ibu kota Kabupaten Asahan tersebut, konon seorang pemuda pernah naksir berat pada diriku. Sebut saja namanya Daud, dia adik kelasku.
Namun, usia kami berdua mungkin tidak jauh berbeda. Sehingga dia merasa wajar saja kalau merasa jatuh hati padaku, dan tidak pernah merasa rendah diri meskipun tingkat pendidikan di sekolah dia setingkat di bawahku.
Daud tak pernah mundur ingin terus menjadikan diriku pacarnya. Berbagai cara dilakukan agar yang diinginkannya tercapai. Dan aku sebagai seniornya tidak pernah dipandangnya sebagai seorang yang dituakan.
Dengan berbagai taktik, dia terus saja coba mencuri hatiku. Namun aku tetap cuek. Soalnya, saat itu aku lebih serius memusatkan pikiran dan kegiatanku pada pelajaran sekolah, mengingat ujian penghabisan sudah berada di hadapan mata. Lagi pula, tak secuilpun di ruang kalbuku cinta bersemi untuk pemuda yang kuanggap masih ingusan tesebut.
Pada suatu malam, aku tengah merayakan hari ulang tahunku ketika Daud nongol tanpa diundang. Teman-teman sekelas yang hadir saling pandang satu sama lain, agak heran. Mereka semua tahu, bahwa yang ku undang hanya terbatas anak-anak kelas tiga saja.
Kehadiran Daud dengan gaya dan penampilannya yang agak angkuh dan memuakkan, ingin rasanya aku mengusirnya. Namun aku merasa kurang etis untuk melakukannya dan sebagai seorang tamu di rumah orang tuaku, aku tetap melayaninya dengan baik meskipun dalam hati terus mengomel.
Di hadapan teman-teman kelas tiga, Daud menyerahkan bungkusan kado ke tanganku, sambil mengucapkan selamat ulang tahun. Tapi alangkah kagetnya diriku ketika dia mengambil kesempatan mencium kedua pipiku saat itu.
Wajahku terasa panas. Sakitnya nggak seberapa, malunya ini! Suasana pesta berubah menjadi kacau ketika aku menampar mulut dan pipi pemuda yang ku anggap sudah berbuat kurang ajar tersebut.
Dia sempat terhuyung-huyung sejenak seraya mengelus-elus bekas tamparanku dengan mata agak melotot. Mungkin dia tidak menduga aku nekat berbuat sekasar itu ke dirinya. Di wajahnya seperti tersimpan dendam yang sulit terlukiskan ketika dia ngeluyur keluar tanpa pamit.
Begitu Daud berlalu, seorang teman membisikan sesuatu dekat telingaku, “Hati-hati loh…dia itu anak dukun Nur…”
Aku hanya tersenyum sinis menyimak bisikan tersebut sambil menanggapi bahwa aku hanya takut pada Tuhan, dan tidak takut pada dukun. Setelah kejadian yang menghebohkan malam itu, Daud tidak pernah lagi masuk ke sekolah. Mungkin masih malu menampakkan diri.
Di sisi lain, aku mulai menduga-duga pemuda itu telah kapok dan sadar, bahwa cintanya memang telah bertepuk sebelah tangan. Hampir dua minggu lamanya aku tidak melihat Daud mengikuti pelajaran di kelasnya, dia seperti lenyap ditelan bumi.
Menjelang minggu ketiga, setelah menghilangnya pemuda itu. Entah kenapa aku, tiba-tiba mulai khawatir atas keselamatannya.
Macam-macam praduga muncul di benakku. Yang paling menakutkan, entah dia nekad bunuh diri dirundung patah hati yang cukup parah.
Sehingga untuk memastikannya, aku sengaja menanyakan tentang Daud pada Kepala Sekolah. Jawabannya tidak memuaskanku, bahwa pemuda itu absen tidak ada surat pemberitahuan sama sekali. Hanya Kepala Sekolah menduga, siswa kelas dua itu mungkin sakit karena ada teman sekelasnya melihat wajahnya bengkak dan membiru ketika datang ke rumah orang tua Daud beberapa hari yang lalu.
“Mungkinkah itu akibat perbuatanku menamparkannya setelah mencium pipiku?” Gumamku dalam hati pada saat aku berada dalam kamar menjelang tidur.
Malam-malam berikutnya, aku selalu mengingatnya, bahkan terkesan merindukannya. Tentu saja aku berupaya membunuh atau mengusir perasaan yang ku anggap menyeleneh tersebut.
Mustahil, rasa benci itu tiba-tiba mendadak berubah menjadi rindu. Bagiku itu hanya ungkapan dari sebuah syair sebuah lagu yang sangat mustahil terjadi pada diriku. Aku masih bingung, ketika pada suatu malam, kebetulan malam Jum’at. Menjelang tengah malam, tiba-tiba aku tersentak bangun dari tidur.
Sepertinya ranjang tempat aku berbaring bergerak dan Bergoyang-goyang, sehingga menduga ada gempa. Aku segera bangkit dari pembaringan. Pada saat yang sama, aku seperti menyaksikan penampakkan wujud seorang pria tua berjubah hitam pekat berusaha mengangkat ranjang dimana aku tidur.
Selama beberapa detik diriku bagaikan terayun-ayun kian kemari tanpa sebab yang jelas. Dan akhirnya suasana kembali normal bersamaan menghilangnya si kakek dalam pandangan mata.
Paginya, aku merasa yakin, malam tadi aku tidak bermimpi. Namun merupakan kejadian nyata meskipun diwarnai fenomena gaib. Kejadian yang bermuatan mistis malam itu, ternyata merupakan sebuah awal dari pengalaman aneh dan seram lainnya pada malam-malam selanjutnya.
Semuanya terjadi seolah-olah diriku dalam keadaan setengah sadar. Misalnya, malam itu, ketika akan berangkat tidur, seseorang lelaki yang tidak ku kenal masuk ke kamarku. Lalu memaksa serta mengiringku ke suatu tempat yang tidak nyaman mirip ruangan sel penjara yang kumuh dan sangat jorok.
Dalam ingatanku, lelaki yang membawaku kesana, kemudian mengikat kedua lenganku dengan rantai besi yang kokoh pada tiang tembok di kanan dan kiri dalam posisi tegak berdiri.
Semula aku tidak merasakan suatu apa, namun lama-kelamaan kedua tangan yang terentang dan terikat tersebut terasa mengelupas dan sakitnya bukan kepalang. Aku hanya mampu merintih-rintih, karena suaraku tidak keluar pada saat minta tolong.
Aku masih berupaya meronta-ronta ketika muncul wujud seorang anak muda yang datang dari sebuah lorong yang kelam. Semakin lama wujudnya semakin jelas, dan aku dapat memastikan anak muda tersebut sangat ku kenal. Dia tidak lain adalah Daud. Dan aku sangat bersyukur atas kehadirannya saat itu. Di satu-satunya harapanku agar bisa terbebas dari siksaan ini.
Sepertinya aku telah jatuh cinta kepadanya jauh sebelumnya.
“Daud… kekasihku… jangan biarkan diriku terus menderita seperti in. Tolong bebaskan kekasihmu… Ini aku, Daud. Cintaku!” Ujarku sambil meratap-ratap.
“Ha.. ha.. ha.. ha.. ha.!” Pemuda ini tertawa mengakak.
“Siapa bilang kau kekaksihku, hah? Hei, gadis yang tidak tahu diri. Sebaiknya kau berkaca berkali-kali! Pandang wajah dan tampangmu yang jelek dan buruk itu! Aku yakin, tidak seorangpun laki-laki yang berselera melihatmu, gadis jelek!” Susulnya kemudian mengucapkan sumpah serapah sambil meludahi wajahku.
“Daud, masak kau lupa… sayang… Ini aku, yang pernah mencintaimu setengah mati!” Kataku kemudian masih meratapi untuk dikasihani.
Entah kenapa saat itu, aku benar-benar merasa pemuda ini merupakan pacar yang sangat ku cintai. Aku masih mengharapkan bantuannya ketika Daud datang melangkah menghampiriku.
Namun ku lihat wajahnya berubah drastis semakin penuh dendam kesumat. Pandangan matanya yang menyorot tajam, bagaikan ingin menerkam dan melumat tubuhku. Kedua tangannya kemudian menjulur dan terentang ke depan. Semula kuduga dia akan melepaskan rantai besi yang mengikat kedua tanganku, tapi dugaanku meleset.
Kedua tangan itu ternyata melakukan remasan-remasan di dadaku. Birahiku terpancing, lalu membiarkan saja Daud berbuat sekehendak hatinya terhadap organ tubuhku yang sensitif. Semua diobok-obok dengan cara yang sangat kasar, sebelum sarana kejantannya menghujam memasuki wilayah kewanitaanku yang paling pribadi.
Aku terhenyak setelah mengalami orgasme berulang-ulang. Aku masih membayangkan kenikmatan senggama barusan ketika Daud melepaskan rantai yang mengikat kedua tanganku. Kemudian memboyong tubuhku keluar dari tempat kumuh tersebut, pulang ke rumah orang tuaku.
Paginya, ibu menemuiku dalam kamar mandi di belakang rumah dalam keadaan setengah telanjang. Orang tuaku kemudian curiga, bahwa aku telah diperkosa di situ begitu mereka menyaksikan di sekitar kemaluanku meleleh cairan yang sangat mirip dengan sperma lelaki.
Ketika ditanya, siapa yang melakukannya, aku bingung untuk menjawabnya. Ingin menceritakan apa yang sesungguhnya terjadi. Aku menjadi serba salah untuk bicara dan mengatakannya. Kalau aku cerita, mungkin tidak ada yang percaya. Meskipun agak rumit dan cukup membingungkan, untuk sementara orang tuaku menganggap diriku mengalami mimpi berjalan dan melakukan onani di dalam kamar mandi.
Sejak kejadian itu, anehnya aku selalu mendambakan kehadiran Daud setiap saat.
Apalagi pada malam tiba, aku selalu merapikan penampilanku layaknya menunggu kehadiran seorang pangeran di hatiku.
Pada malam-malam tertentu, Daud memang sering muncul dalam kamarku. Menggumuliku dan kehadirannya terkesan misteri. Tidak seorangpun yang tahu pada saat kami bersenggama dalam kamar tidur pribadiku.
Peristiwa itu berlangsung hingga tiga bulan lamanya. Dan Daud sudah mulai ke sekolah lagi. Namun aku heran, dia selalu cuek saja ketika sewaktu-waktu bertemu denganku. Wajahnya masih menyimpan rasa benci yang amat sangat, dan selalu menghindar dari diriku.
Aku jadi penasaran karena malam-malam tertentu dia selalu hadir di kamar dan menggauliku. Ingin aku menanyakannya langsung, namun tidak punya kesempatan yang baik. Aku masih kebingungan ketika menjelang bulan keempat, tiba-tiba perutku terasa membuncit layaknya perempuan hamil.
Dugaanku langsung tertuju, ini akibat perbuatan Daud dalam malam-malam yang penuh misteri beberapa bulan terakhir. Uniknya, setiap bulan aku tetap menstruasi. Sehingga ibu menganggap perubahan perutku merupakan penyakit, dan langsung membawaku ke dokter.
Dokter kandungan yang kami datangi juga kebingungan, setelah memeriksa kondisi tubuhku. Setelah melakukan diagnosa dan tes urine, dokter wanita tersebut menyimpulkan bahwa aku memang tidak hamil.
“Tapi, sebaiknya segera saja dioperasi. Mungkin ada tumor di dalam rahim pasien ini!” Sarannya kemudian memberi solusi.
Hari itu aku dan kedua orang tuaku sudah bersiap-siap berangkat ke Medan. Ketika aku mulai mampu bercerita tentang pengalaman gaib yang pernah terjadi pada diriku. Bahwa secara ringkas, ku ceritakan tentang kehadiran seorang anak muda yang telah menggauliku secara rahasia dalam kamar tidurku.
Dan agar tidak muncul fitnah dikemudian hari, aku tidak menyebut sebuah nama. Rencana ke Medan untuk menjalani operasi di sebuah rumah sakit, terus dibatalkan. Karena orang tuaku lebih condong menanyakan kasus kehamilanku kepada orang pintar yang direkomendiasikan saudara, yang bahkan kami harus jauh terbang ke Condet, Jakarta Timur buat menemuinya. Hal yang benar-benar di luar nalar bagiku saat itu.
“Untung kalian segera menemuiku, kalau tidak ini bisa gawat!” Kata si orang pintar yang akrab dipanggil Kyai Pamungkas tersebut.
Untuk sementara, beliau belum mengatakan apa penyebab kehamilanku. Namun segera mempersiapkan rencana ritual penyembuhanku. Di dalam kamar tertutup, aku ditelanjanginya. Lalu membungkus tubuhku dengan kain kafan.
Kemudian layaknya sesosok mayat, tubuhku dibaringkan di atas balai-balai khusus terbuat dari potongan bambu kuning. Aku masih bertanya-tanya, apa yang akan dilakukan orang pintar ini selanjutnya. Tiba-tiba aku merasa mengantuk lalu tertidur pulas.
Begitu terbangun, sekujur tubuhku terasa lemas sekali dan di bagian organ intimku terasa pedih dan ngilu. Namun, pada saat bersamaan perutku yang tadinya membuncit telah kempis seperti semula.
“Apa yang telah terjadi denganku, bu?” Tanyaku pada perempuan tua itu tetap setia menemaniku ketika dioperasi oleh sang orang pintar di kamar tertutup waktu itu.
“Sebaiknya kamu istirahat saja dulu. Jangan banyak berpikir!”
Seminggu kemudian, ketika dilihatnya aku telah sehat seutuhnya, ibu cerita apa yang telah kualami. Menurutnya, saat itu aku dalam keadaan terhipnotis ketika orang pintar mengurut-urut perutku. Lima belas menit kemudian dari dalam perutku keluar bangkai-bangkai kodok besar dan kecil yang berbaur dengan gumpalan darah beku sebesar kepalan tinju orang dewasa.
Jadi yang membuat perutku seperti perempuan hamil tersebut, adalah bangkai kodok dan gumpalan darah beku itu. Menurut Kyai Pamungkas, ada lelaki yang melakukan ritual pelet memuja bulan pada saat bulan purnama. Dan ritual tersebut sengaja ditujukan kepadaku.
Tapi sang orang pintar tidak menyebut pelakunya, karena aku sudah dapat menebak siapa orangnya. Lagi pula, tidak lama si pelaku akan meminang dan ingin menikah secara resmi denganku. Jika aku menolaknya, si pelaku akan mati mendadak.
Apa yang dikatakan Kyai Pamungkas menjadi kenyataan. Beberapa hari kemudian, Daud mengutus keluarganya untuk meminangku. Jangankan menikah, pacaran saja aku tidak mau. Teganya, pinangannya ku tolak dengan alasan masih ingin sekolah. Apalagi aku memang sudah terlanjur dipeletnya dan cukup menderita dibuatnya.
Persis seperti yang diramalkan sang orang pintar, jika aku menolak pinangannya itu, dia akan mati mendadak. Kabar kematian Daud ku dengar dari gurunya. Meskipun aku pernah dianiayanya, aku dengan kebesaran jiwa sengaja datang ke rumah duka untuk memaafkannya. Semoga arwahnya tenang di alam barzah.
Kini aku telah menyandang gelar sarjana hukum dan telah bekerja di sebuah perusahaan swasta di kota Medan. Namun belum berkeluarga. Pengalaman mistis yang pernah kuderita sembilan tahun yang lalu, ketika masih duduk di bangku SMU, membuat aku selalu trauma manakala didekati pria.
Ini merupakan dampak kejiwaan yang sering menghantui sebagai korban pelet memuja bulan bagi diriku. Kini apalagi saat memandang bulan purnama. ©️KyaiPamungkas.
KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: dukun.digital
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)