Kisah Kyai Pamungkas:
MISTERI GOA KAMPRET
KISAH INI BUKANLAH CERITA MENGADA-ADA. TAPI CERITA YANG KU ALAMI SENDIRI KETIKA KAMI DARI ROMBONGAN PECINTA ALAM MENELITI KEBERADAAN GOA KAMPRET YANG BERJARAK SEKITAR TIGA KILOMETER DARI TAMAN WISATA BUKIT LAWANG, LANGKAT…
Dinamakan Goa Kampret karena memang dihuni banyak kampret. Puluhan ribu jumlahnya. Untuk sampai ke goa ini, dari pemandian Bukit Lawang memang tidak Sulit. Jalan setapak yang sudah ada, walau ditumbuhi semak belukar di kiri kanannya tidak mengurangi dan tidak membuat ngeri kami yang datang khusus untuk mengadakan penelitian. Dengan bantuan dua penunjuk jalan kami menelusuri goa dengan nyaman. Berbekal penerangan lampu senter baterai, goa menjadi terang dan terlihat kampret yang bergelantungan di dalam goa pun merasa terusik dengan kehadiran kami. Suara kampret dan kepak sayap dibumbui bau menyengat dari kotoran terasa menyengat di dada.
Goa pertama yang panjangnya sekitar 200 meter telah kami lalui. Kami harus naik ke permukaan lewat terowongan pas badan untuk dapat sampai ke dunia luar yang menghembuskan angin segar di atasnya.
Dari dalam kami melihat secercah cahaya kehidupan di atas goa. Kami melihat dedaunan, mendengar kicauan burung dan mendengar jeritan orang utan dari atas sana.
Kami yang jumlahnya lima orang, ditambah dua penunjuk jalan, akhirnya dapat juga mencapai mulut gua yang diameternya tidak lebih dari 59 centimeter itu, Permukaan gua dikelilingi bebatuan dan pohon-pohon besar. Nafas Tatik dan Kunung, teman kami, ngos-ngosan. Wajah mereka sedikit memucat. Begitu sampai di atas, keduanya terduduk lemas di atas batang pohon tumbang yang akar busuknya menjuntai masuk ke mulut goa, Kalau saja kami dak teliti memerhatikan, mulut gua yang kami lalui tadi, tak kelihatan karena ditutup akar-akat dan pepohonan kecil di atasnya.
Sukron menunjuk ke arah kanan tempat kami melepas lelah. Goa ke dua yang akan kami terobos. Lama aku memerhatikan arah gua yang ditunjuk Sukron. Aku tak melihat apa-apa. Tak ada mulut goa di sana. Teman-temanku yang lain juga tidak melihat ada goa di depan kami. Sukron dan Kusni menyibakkan semak yang tumbuh. Sebuah lubang kecil berdiameter tidak lebih dari lima puluh sentimeter tampak di balik semak belukar yang disibakkan Sukron. Lubang itu lebih kecil dari jendela yang ada di kamarku.
Aku mendekati mulut goa yang pasti sulit untuk dimasuki. Di dalamnya hitam pekat. Hitam seperti gelapnya malam. Aku menatap biji mata Sukron dan Kusno bergantian. Mereka seperti dapat membaca pikiranku yang ragu.
Kusno meletakkan ranselnya. Dengan tangannya yang kekar ia menyibakkan kayu-kayu kedi yang menghalangi jalan masuk ke dalam goa. Kusno memasukkan ke dua kakinya ke dalam goa. Dia harus berhati-hati karena bongkahan batu itu hanya pas untuk badannya.
Melihat Kusno mencoba masuk, teman-temanku yang lainnya mulai ragu. Goa ke dua yang akan kami masuki Ini tidak seperti goa pertama. Pintunya besar, truk bisa masuk ke dalamnya.
Kunung memegang bahuku kuat-kuat. Pandangannya ragu. Begitu juga Tatik yang biasanya tak pernah sabar menunggu giliran, kini tegak jauh di belakang kami. Goa ini memang kelihatan seram.
Sementara, Kusno sudah menghilang di dalam mulut goa. Cahaya senternya tampak menerangi sebahagian dinding goa yang di dalamnya ternyata juga sangat sempit. Kulihat Kusno menunduk agar kepalanya tidak sampai terantuk langit-langit goa yang rendah itu.
Sukron memberi isyarat agar kami semua ikut masuk. Tatik dan Kunung saling menatap. Seperti halnya aku, mereka juga ragu untuk masuk ke mulut goa yang sempit itu.
“Jangan takut. Masuk saja. Liang goa yang sempit ini tidak lebih Iima meter. Di dalamnya lapang. Lebih lapang dari goa pertama yang kita masuki tadi,” teriak Kusno menjelaskan, Sukron sudah menghilang di dalam tiang goa yang gelap hitam.
Aku menghidupkan senter kepala yang sengaja ku pasang di helm. Sambil membaca Bismillah aku memasukkan kedua kakiku ke mulut gua dengan cara merosot. Di belakangku menyusul Tatik dan Kunung. Aku menahan nafas sambil tanganku terus meraba langit-langit goa yang dekat sekali di atas kepalaku.
“Nggak usah takut. Nggak ada apa-apa di sini. Goa ini hanya dihuni burung layang-layang, teriak Sukron yang sudah lebih dulu sampai ke ruang goa yang lapang.
Memang, di ruangan ini kami tidak lagi perlu menundukkan kepala. Cahaya lampu senter menerangi semua sisi gua yang sejuk. Suara burung layang-layang terdengar menjerit diiringi kepak sayapnya yang menggelepar di kegelapan.
Sukron dan Kusno seperti di telan goa yang pekat. Hanya cahaya senter mereka yang kelihatan bermain kesana kemari menerangi setiap lekuk goa batu yang misterius ini. Dadaku berdebar. Kunung memegangi pinggir jaketku kuat-kuat. Tatik sudah agak sedikit berani.
Akhirnya kami dapat menyusul Kusno dan Sukron. Mulut goa yang sempit berhasil kami lewati. Kami sekarang berada di perut goa yang lapang dan sejuk. Tatik menerangi sekitar gua dengan cahaya senternya. Tiba-tiba Tatik menjerit. Jeritannya mengejutkan kami yang sedang melepas lelah.
“ Ada apa? Ada apa?“ Tanyaku sambil bangkit berdiri dan menyalakan senter ke arah Tatik.
Kunung terduduk tapi tak berani tegak. Cahaya senter Tatik mengarah ke onggokan batu yang menyerupai anak kecil gundul yang sedang duduk bersemadi itu.
“Ililh…. A… apa itu?“ Tanya Tatik dengan suara yang menggeletar. Kusno dan Sukron tertawa.
“Kenapa kalian ketawa?” Tanya Tatik.
“Itulah batu anak gundul yang matanya mendelik,” ujar Kusno menjelaskan.
“ Ha?”
“Ya, batu gundul Itu adalah anak yang dikutuk emaknya. Dulu, batu ini adalah seorang anak tanggung yang sangat nakal sekali, Namanya Sindu, Tempat tinggal emaknya tak jauh dari goa pertama yang kita masuki tadi.
Sindu ini luar biasa nakal. Emaknya selalu dibuatnya menangis. Apa yang diminta Sindu harus dipenuhi Emaknya. Padahal mereka bukan orang kaya. Hidup Sindu dan Emaknya pas untuk makan saja. Tapi Sindu tak peduli. Pekerjaan Emak Sindu hanyalah berjualan sayuran ke pasar-pasar yang jauh. Ayah Sindu sudah lama meninggal. Karena itu Emak sangat sayang pada anaknya itu, karena sayang sama anaknya, Emak rela utang asalkan keinginan Sindu dapat terwujud. Akibatnya. Sindu semakin menjadi anak kurang ajar dan tidak lagi menghormati Emak yang sangat menyayanginya itu. Sindu menjadi seorang anak durhaka kepada Enaknya.
Suatu ketika, Sindu menendang Emak yang sedang menganyam tikar karena tak memberinya uang. Emak tersungkur dilantai. Dan tikar yang dianyam Emak jatuh menimpa lampu teplok. Tikar terbakar. Api menyala sangat hebat dan menghabisi apa saja yang dapat terbakar. Dalam sekejap, gubuk Emak habis terbakar. Sindu berhasil menyelamatkan diri dan kobaran api. Emak? Tak seorang yang tahu kemana raibnya! Kalau terbakar bersama gubuknya, tak seorangpun yang melihat jasad Emak ada di antara puing-puing yang tersisa.
Sindu sendiri? Begitu melihat Emaknya terbakar bersama tikar yang sedang dianyamnya, dia langsung melarikan diri ke arah goa Kampret yang tak jauh dari gubuk yang terbakar itu.
Sindu tak tahu hendak lari kemana. Ia sangat ketakutan. Dan Goa kampret yang tak pernah dimasuki orang, begitu Sindu masuk ke dalamnya tiba-tiba berguncang, tanah merekah, sebuah ledakan yang sangat keras mengejutkan orang-orang yang sedang berusaha memadarnkan api di gubuk Emak. Tubuh Sindu terpental di antara bebatuan gua. Kulit kepalanya tercabik-cabik. Rambutnya berontokan. Kulit kepala Sindu terkelupas. Tubuhnya mental dan berakhir di sebuah batu cadas tajam.
Tubuh Sindu terduduk bagai patung yang sedang bersemadi… Sindu dihukum oleh bebatuan yang ada di dalam gua ini” ujar Kusno mengakhiri cerita panjangnya.
Tatik dan Kunung terkesima. Cerita yang tak masuk diakal. Walau banyak mendengar cerita tentang anak yang durhaka kepada ibunya, tetapi, anak yang durhaka kemudian menjadi batu seperti Malin Kundang, baru kali ini mereka dengar. Ya .. kisah Sindu adalah cerita terbaru yang pernah didengar oleh Kunung dan Tatik.
Kunung melihat batu yang tampak karena penerangan cahaya senter Kusno, Batu yang terduduk itu tampak menyeramkan, Matanya yang melotot dikarenakan ada dua legokan yang membentuk ceruk menyerupai biji mata. Legokan di bawah mata seperti mulut yang meringis kesakitan.
“Kau percaya cerita itu?” Bisik Tatik kepada Kunung. Kunung menggeleng.
“Tapi batu yang terduduk itu kalau lama-lama diperhatikan, memang seram juga, bisik Kunung sambil memegangi lengan Tatik kuat-kuat.
“Batu terduduk seperti anak yang sedang bersemadi masih ada lagi di dalam”, ujar Kusno menjelaskan,
“ Apa? Masih ada?” Tanya Tatik dengan suara tertahan. Dia bergidik ngeri. Seram.
Rombongan pun terus menelusuri ke dalaman goa yang semakin dalam.
“Panjang goa sekitar seratus meter. Tapi tidak seperti goa pertama yang kita masuki. Goa ini di ujungnya buntu. Kita hanus kembali ke belakang dan kembali melalui mulut goa yang sempit Itu…” ujar Kusno menjelaskan,
“Sebaiknya kita dak usah terus. Aku sangat letih” saran Yatik.
“Iya. Aku juga letih,” sambung Kunung,
“Letih apa takut? Kira-kira sepuluh meter lagi, nanggung” Kusno menjelaskan,
“Kita nggak usah terus,” rengek Kunung,
“Tidak. Kita terus!” Tandasku tegas.” Sekali masuk, masuk terus sampai tuntas. Kita lihat batu bersemadi yang kepalanya gundul di ujung sana, tambahku.
Kunung menarik nafas geram. Akhirnya Tatik dan Kunung terpaksa ikut juga.
Cahaya senter Kusno terus menyoroti jalan sempit yang mulai berair. Sepatu kami sudah diresapi air yang sejuk. Tatik kembali menggerutu karena sepatunya di masuki air.
“Jangan memaki” Bisikku, mengingatkan Tatik.
“Ya. Jangan memaki!” Sambung Kusno mengulangi.
Tatik semakin menggeletar ketakutan. Tanganku dipeganginya erat-erat. Tiba-tiba Kusno berhenti.
“Ada apa, Kus?” Tanya Sukron dari belakang kami, Cahaya senter Sukron menyala ke arah Kusno.
“Apa ini?” Tanya Kusno sambil menerangi sebuah benda asing yang menempel di celah-celah dinding goa. Benda itu mengeluarkan sinar kebiruan. Benda itu seperti dua pasang mata yang sedang mengawasi kami. Bulu kudukku bergidik ngeri. Tatik semakin memeluk pinggangku kuat-kuat.
” Itu biji mata Sindu!” Bisik Sukron.
“Udah, Jalan terus, Itu tanda kita boleh terus memasuki goa”, sambung Sukron.
“Minta ijin, minta maaf wahai arwah Sindu, anak cucu mau masuk, mau melihat-lihat keindahan dan kemegahan istanamu” mulut Kusno berkomat-kamit.
“Ayo, jalan terus” Bisik Sukron sambil mendorong tubuhku dari belakang. Tiba-tiba Tatik menjerit, Tubuhnya terkulai, Aku cepat-cepat membopongnya.
Melihat Tatik pingsan, keadaan berubah menjadi panik. Aku tak mungkin meletakkan tubuh Tatik di lantai goa yang berair.
“Ke sini! Letakkan di sini!” Ujar Kusno sambil menerangi gundukan batu yang memanjang seperti meja, Tubuh Tatik ku baringkan di atas batu yang berbentuk meja itu. Kunung membasahi handuk kecilnya dengan air yang mengalir di lantai goa. Wajah Tatik dibasahinya dengan air sambil ditepuk-tepuk pipinya agak keras agar tatik tersadar, Tapi begitu Tatik sadar, matanya mendelik, sedang seluruh tubuhnya mengejang. Yatik menggeram bagai seekor serigala yang terluka. Kunung melompat mundur sambil berlindung ke belakangku. Melihat perubahan Tatik, Kunung pun menangis.
“Tenang. Tenang. Jangan panik” Tegas Sukron.
“Tapi ada apa dengan Tatik?” Isak Kurang.
“Dia kesurupan. Tidah apa-apa!”
Ujar Sukron sambi memegang telapak kaki, memencet jempolnya, Tatik langsung menjerit-jerit kesakitan dan berusaha untuk membebaskan dirinya dari pegangan.
Wajah Tatik semakin menyeramkan, suaranya menggema di dalam goa. Tari bukan teman yang sehari-hari bersama kami.
“Ada yang masuk ke dalam tubuh Tatik,” ujar Kusno.
”Ini siapa? Siapa?” Tanya Kusno pada Tatik yang kerasukan,
“Tak perlu kau tahu siapa aku. Lepaskan Lepaskan!” Teriak Tatik dengan suara berat.
Sukron tak kalah gertak. Tangannya terus memencet jempol kaki Tatik. Tatik pun kambak menjerit kesakitan.
“Siapa kamu yang datang menggangu ?”
” Aku Sindu!” Jawab Tatik dengan suara berat.
“Sindu! Keluar Sindu jangan ganggu kami. Kami datang baik-baik. Kami datang tidak untuk merusak rumahmu. Kami datang ingin membebaskan penderitaanmu”, ujar Sukron dengan bahasa yang lembut.
“Bohong Kalian semua pembohong! Apa buktinya kalian datang untuk membebaskan derita yang ku jalani? Apa?” Tanya suara berat yang meminjam jasad Tatik untuk berkomunikasi. Suara berat yang mengaku sebagai Sindu itu memelototkan matanya,
Kunung bergidik ngeri. Mulutku komat kamit membaca ayat-ayat yang pernah kuhapal Karena ketakutan, hapalan ayat kursi-ku kandas di tengah jalan.
“Kamu! Jangan coba-coba mengusir aku dengan bacaan ayat! Hapal yang benar kalau mau mengusir aku! He he he” Suara berat yang keluar dari mulut Tatik terdengar mengejek. Ternyata makhluk halus yang masuk ke tubuh. Tatik itu dapat juga becanda. Kunung yang tadi takut setengah mati jadi tertawa geli.
“Sudahlah, Nek… ini makanan nenek” Ucap Sukron sambil mengeluarkan sebungkus bunga rampai dari dalam tas punggungnya. Begitu bunga di letakkan di hadapan Tatik, tubuh itupun terkulai. Sukron menarik nafas lega. Dan Tatik kembali sadar.
“Ada apa? Ada apa? Mung, kita di mana?” Tanya Tatik keheranan sambil memerhatikan sekelilingnya yang hanya diterangi cahaya senter.
“Kita sedang di-dalam goa” Bisik Kunung Tatik terperangah. Keningnya berkerut. Dia coba mengingat sambil menatap ke arahku tajam. Aku tersernyum. Aku mengangguk pelan membenarkan ucapan Kurung. Ingat sedang berada di dalam goa yang menghambur bangkit dan kuat sambil menangis di dadaku.
“ Pulang, kita pulang! Kita pulang!” isak Tatik di dadaku. Setelah kejadian aneh ini, kami pun akhirnya sepakat untuk ke luar meninggalkan goa.
Syukur Alhamdulillah, tak ada kejadian apa-apa lagi sampai tiba di rumah masing-masing. Hanya, Tatik sempat terserang flu selama beberapa hari. Tapi, ini pasti karena kelelahan semata. ©️KyaiPamungkas.
KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: dukun.digital
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)